Kesalahan.
Hujan turun sangat deras malam ini, guntur menghiasi langit malam. Suasana saat itu begitu kelabu bagi seorang pria berkemeja putih.
Tubuhnya terhuyung ke sana kemari, kesadarannya telah di kuasai oleh alkohol. Entah sudah berapa banyak botol yang ia teguk sehingga berhasil membuat teman-temannya turun tangan.
“Adit, anjing, ngapain sih lo,” ucap Arya pada Adit yang setengah sadar.
Tidak ada jawaban, dirinya terus meracau tidak jelas.
“Syania.. maafin aku,”
“Aku minta maaf sayang.”
Suaranya begitu menyedihkan, dirinya sudah tidak berdaya. Syania adalah hidupnya, ia tak sanggup melihat Syania mengacuhkannya begitu lama.
Bahkan hari pernikahan sudah dekat tapi hubungan mereka masih seperti ini, Aditya sungguh sangat khawatir bukan main.
“Jev, anter aja dah ini ke rumah Syania,”
“Gua ngeri kalau ditinggal sendiri bakalan robohin rumah.”
Jevan mengangguk, ia tahu betul bagaimana perasaan sahabat karibnya saat ini. Pasti sesuatu telah terjadi antara kedua pasangan itu. Dan komunikasi adalah satu-satunya jalan keluar.
Arya mengetuk pintu rumah bernuansa coklat itu, rumah tempat tinggal Syania dan Achi.
Tak butuh waktu lama untuk menunggu pemilik rumah membuka pintu, terlihat di sana perempuan menggunakan piyama kuning berdiri di depan pintu—piyama itu adalah hadiah dari Aditya dua minggu lalu.
Raut wajahnya terkejut, tidak, ia tidak terkejut dengan kedatangan Aditya dan teman-temannya, tapi ia terkejut ketika melihat pujaan hatinya begitu pucat dan wajahnya sangat sayu. Ia menyadari, Aditya meneguk banyak sekali alkohol malam ini.
“Loh? pak Arya, pak Jevan? i-ini kenapa?”
Hatinya sakit sekali melihat kondisi Aditya saat ini, seperti dihantam beribu-ribu panah api, pemandangan ini betul-betul menyakitinya. Ia telah menyakiti laki-laki baik seperti Aditya.
“Adit mabok, lagi kacau banget. Lo ribut sama dia?” tanya Arya berusaha memastikan.
Syania mengangguk, memang betul mereka berdua saat ini tengah mengalami perang dingin. Padahal mereka tahu, hari pernikahan tinggal 5 hari lagi. Beruntungnya, semua kebutuhan pernikahan telah disiapkan jauh-jauh hari ini.
Syania mengambil alih badan lemah tak berdaya itu, merangkulnya, lalu dengan rasa bersalah ia mengusap wajah lelakinya penuh sayang.
“Sayang..”
“Maaf..” Lagi-lagi ia meracau tidak jelas, hati Syania seperti tercabik-cabik mendengar suara menyedihkan itu.
“Adit gak pernah berani minum Syan, sekacau apapun dia,” “Makanya gua dibuat heran hari ini, kenapa dia tiba-tiba minum lagi,” jelas Jevan, ia turut sedih melihat keadaan sahabatnya itu.
“Syan, gua tau lo marah karena Adit gak mau jujur, gua tau lo pasti marah,”
“Karena memang menjelang pernikahan gak sepatutnya ada yang harus ditutup-tutupi pamali,”
“Tapi lo harus tahu, dengan cara itu Adit ngelindungin lo dari Citra. Dia gak mau lo ikut campur karena itu bahaya Syan, gua udah bilang kan kalau Citra bukan perempuan biasa?”
Syania terdiam, yang dikatakan Arya memang benar. Aditya punya alasan kenapa ia menyembunyikan hal sebesar ini padanya, Aditya ingin melindunginya.
Lagipula ia sudah mengetahui fakta yang sebenarnya dari Arya, lalu apa yang harus ia permasalahkan sekarang?
“Maaf..”
“Yaudah, kita titip Adit ya. Omongin baik-baik. Udah mau nikah nih, gak baik diem-dieman.”
Kedua lelaki itu berlalu, tersisa Aditya dan Syania di sana. Ia menuntun Aditya untuk berbaring di kasurnya.
Ditatapnya paras tampan namun letih itu, lagi-lagi perasaan bersalah menghantui dirinya. Aditya mengorbankan segalanya untuk dirinya, ia tak kenal lelah untuk mencari perhatian perempuannya akhir-akhir ini.
Tangannya ia bawa untuk mengusap kening Aditya. Diciuminya kening, kedua matanya, hidung, pipi dan yang terakhir bibir Aditya. Syania berusaha meluapkan rasa bersalahnya, ia sangat menyayangi lelakinya ini, sungguh, ia berani bertaruh nyawa untuknya.
“Aditya, sayang, maafin aku ya?” bisiknya pada Adit.
“Syania.. Syan..”
“Aku sayang kamu, jangan tinggalin aku..”
“Iya sayang, aku di sini. Ini aku,” Syania meraih tangan Adit dan meletakkannya di pipinya.
Ia memposisikan dirinya di sebelah Adit, memeluknya erat seakan tak rela lelakinya ini pergi kemanapun.
Perasaannya sungguh terasa buruk malam ini, segala kemungkinan buruk terus-menerus berputar di dalam dirinya.
“Adit, aku sayang kamu..”