Syania, terimakasih.

“Aku pulang dulu ya? nanti abis bersih-bersih aku jemput.”

Hari ini keduanya harus melakukan fitting baju, hari pernikahan sudah dekat. Beberapa yang belum dipersiapkan harus segera dipersiapkan.

Jam 9 pagi, langit masih kelabu dan hujan belum kunjung berhenti. Syania sudah mewanti-wanti Aditya untuk tidak pergi sekarang namun Aditya tetaplah Aditya, dirinya tidak mau kalah.

Ia pergi menggunakan mobil milik Syania, semalam ia pergi ke club dengan tangan kosong dan mengharuskan dirinya untuk meminjam mobil kekasihnya.

“Kamu beneran mau jalan sekarang? ini hujan gede banget loh?”

“Iya udah gapapa, daripada nanti janji sama Ola telat.”

“Yaudah, hati hati. Aku tunggu di rumah.”

Aditya mengecup kening Syania dalam, memeluknya sekali lagi lalu berlalu dari hadapan Syania dengan cepat.


Hujan turun cukup deras, sepertinya hari ini jalan raya akan terus basah karena langit sedang tidak baik-baik saja.

Musik yang terputar menemani Aditya yang sedang mengemudi, suara dari boy grup korea favorit Syania yang berjudul 'The Rainy Night' terus terputar menghiasi kesunyian yang ada.

Jalanan tampak sedikit kabur karena derasnya hujan, memang lalu lintas sedikit sepi pagi itu sehingga Aditya tanpa ragu menaikkan kecepatan mobilnya.

Ia ingin segera sampai dan kembali ke rumah Syania, terbayang-bayang olehnya pemandangan Syania yang mengenakan gaun pernikahan.

Pasti akan sangat menawan dan cantik, parasnya yang begitu menggemaskan serta senyumannya yang pasti akan terus ia tunjukkan padanya setiap bangun tidur nanti.

Syania itu perempuan favoritnya setelah ibunya sendiri, Aditya benar-benar memujanya. Ia terus membayangkan betapa beruntungnya dirinya menjadi laki-laki yang dicintai oleh Syania.

Aditya terhanyut pada lamunannya sendiri, hujan seperti membawanya untuk melupakan segalanya selain Syania.

Ia terlalu sibuk memikirkan terlalu banyak tentang pujaan hatinya. Sehingga entah bagaimana awalnya, truk besar yang sedang melaju begitu cepat di depannya tidak terlihat olehnya. Truk itu seperti sengaja mengarahkan badan mobilnya pada mobil yang dikemudikan Adit.

Dalam hitungan detik, bersamaan dengan suara guntur yang saling bersautan mobil truk itu menghantam mobil Syania dengan keras dan terseret jauh pada pepohonan yang terletak di pinggiran kota.

Naas, mobil yang Aditya kemudikan hancur berkeping-keping. Sementara sang pengemudi terpental jauh tepat di sebelah truk yang menabraknya.

Hujan terus mengguyur dirinya seakan membantu membasuh darah yang sudah mengalir dari tubuh Aditya, suara guntur seakan-akan ingin memberi tahu jika pagi ini dukanya sudah bertambah.

Aditya, tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia sangat berharap pada pernikahan itu, ia sangat ingin mengucapkan akad yang suci di depan Tuhan dan orang tua Syania.

Senyuman kekasih hatinya kembali terbayang di depan matanya, Syania yang begitu menyayanginya, serta ciuman yang ia berikan setiap harinya seolah sedang terputar jelas seperti film lama yang mungkin sudah usang.

'Aditya, aku sayang kamu..' 'Aku mau jadi istri kamu..' 'I love you, Aditya..'

Kalimat-kalimat itu, kalimat yang ia sukai. Aditya suka sekali ketika Syania mengucapkannya, Syania menyayanginya begitupun sebaliknya. Suara Syania menggema di kepalanya, tawanya hingga suara tangisannya seperti menari dengan indahnya di kepala Aditya.

Darah terus keluar dari sekujur tubuhnya, ia ingin bersuara namun raganya seperti ditusuk-tusuk oleh beribu-ribu tombak panas sehingga ia tak mampu untuk melakukan apapun.

Ia sudah tak tahan lagi, berulang kali ia berusaha untuk tetap membuka matanya.

Namun sayangnya Tuhan sudah lebih dulu menarik jiwanya.

Bersamaan dengan suara hujan dan kilat petir, Tuhan sudah membawa jiwa Aditya pergi jauh.

Syania, terimakasih.. Aku juga sayang kamu.

Aditya putra mahanta, telah merenggang nyawa di tempat kejadian.