Kebaya biru.
“Gimana menurut kamu?” “Cantik gak?”
Perempuan itu melambai-lambaikan gaunnya, berputar dengan anggunnya di depan Adit yang saat ini sibuk mengagumi setiap inci dari kebaya yang dikenakan Syania.
Kebaya modern berwarna biru tua yang melekat pada tubuh pujaan hatinya sungguh sangat indah sekali di matanya, warna kulitnya begitu cocok dengan warna biru yang sangat tajam itu.
Setelah puas berkecimpung dengan isi otaknya, Aditya mengangguk dan tersenyum. “Cantik,” tangannya ia bawa untuk mengusap pucuk kepala Syania lembut.
“Ih tapi liat nih, bagian pinggangnya terlalu ketat gak sih? aku jadi keliatan gendut,” “Lo gimana sih, kemaren udah ngukur ulang perasaan,” cetusnya pada Ola yang sibuk memandangi kebaya buatannya itu.
“Eh anjir, kita emang udah ngukur ulang tapi pas pulang ngukur dari sini lo makan street food banyak banget kayak babi.”
Aditya tertawa gemas melihat wajah Syania yang terlihat kesal dengan ucapan sahabat karibnya ini.
Memang benar kemarin setelah mengukur ulang kebaya yang Syania mau mereka pergi untuk ke kedai street food yang cukup ramai dan melahap beberapa makanan tanpa pikir panjang, tentu saja Aditya sudah mewanti-wanti dirinya untuk makan sedikit saja tetapi perkataannya dihiraukannya dengan alasan, 'iya tenang aja besok aku mulai diet.'
Meskipun kini kebaya yang ia mau sedikit menekan pinggangnya, tubuhnya masih terlihat ramping, entah apa yang ada pada dirinya. Siapapun pasti heran dengan tubuh yang masih ramping namun nyatanya berat badannya sudah bertambah.
“Udah udah, sekarang kebayanya direvisi ulang deh. Syania ngukur lagi tapi abis ini makannya diliat liat, kasian Ola nih. Ya sayang?” “La, gapapa kan? gua tambah dua kali lipat deh ntar bayarnya, maaf banget nih ngerepotin.”
“Yaudah gapapa, buat Syania doang nih gue begini. Kalau klien lain udah gue depak lo dari sini,”
“Galak,”
“Gak usah ngejawab, beneran gue robek nih kebaya lo,” jawab Ola sembari berlalu dari hadapan Syania.
Dengan terpaksa kali ini mereka mengukur ulang bagian pinggang Syania, kini ia benar-benar bertekad untuk menjaga pola makannya.
Kalau tidak temannya ini akan memakannya hidup-hidup.
“Dit, tapi menurut kamu kebaya aku warnanya biru tua gitu terlalu gloomy gak sih?” tanyanya.
Kini mereka berdua sudah dalam perjalanan pulang, selesai dengan perdebatannya dengan Ola membuatnya ingin cepat-cepat sampai di rumah.
“Kan kulit kamu putih bersih, gak akan keliatan gloomy. Keliatan bersih malah,”
“Iya sih,” “Eh tapi jas kamu nanti warna apa? masa punya aku biru tapi punya kamu bukan biru sih? gak cocok dong,” ucapnya cepat.
Duduknya ia posisikan untuk menghadap Aditya yang kini sedang mengemudi dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya ia pakai untuk menggenggam tangan Syania.
“Biru juga sayang, kan mama kamu yang pilihin. Aku gak tahu milih baju-baju begitu.”
“Oh iya..” “Tapi Dit, aku—”
Syania hendak melanjutkan keluhannya tentang baju-baju itu namun sayangnya kalimatnya terpotong ketika Adit dengan tiba-tiba mencium pipinya, ia mendaratkan benda kenyal itu di pipi mungil milik Syania.
“Tapi tapi mulu daritadi, jangan terlalu dipikirin. Urusan baju udah selesai, gak perlu ditapi tapiin lagi ya?” “Kamu cantik pakai apa aja, Syan.”