Monolog kesedihan.
Siang ini langit terlihat mendung, suasana kali ini suram sekali. Kepergian Aditya membawa banyak duka dari orang-orang tersayang.
Kini, Syania berdiri di dekat liang lahat milik Adit. Tatapannya kosong namun penuh kesedihan. Dilihatnya tempat peristirahatan terakhir milik lelakinya itu, bagaimana bisa kekasihnya bisa tinggal di sana, pasti rasanya tidak akan nyaman. Harusnya Aditya berada di pelukannya sekarang.
“Adit..”
Suaranya kecil sekali, berharap Aditya mendengarnya dan kembali memeluknya dengan erat.
Orang-orang itu mulai mengubur jenazah Aditya, menaburkan bunga di atasnya dan berdoa untuknya. Semua rekan kerja Syania memberinya ucapan belasungkawa, namun sayangnya hal itu tak bisa membuatnya tenang.
Syania mengusap nisan milik Aditya, orang-orang sudah pergi, hanya ada dirinya dan gundukan tanah milik kekasihnya. Ia terduduk lemah di sebelah peristirahatan terakhir Adit, kepalanya ia sandarkan pada nisan putih bersih itu.
“Kamu capek ya, Dit?” “Maafin aku..”
Lagi-lagi air mata jatuh dari pelupuk matanya, sungguh dirinya tak sanggup menghadapi ini untuk kedua kalinya. Terduduk di sebuah gundukan tanah dan menangis tersedu-sedu.
“Adit..” “Aku pengen minta sama Tuhan untuk balikin kamu dan melanjutkan cerita yang belum kita lakuin..” “Bisa gak ya, Dit?”
Syania bermonolog sendiri, mencoba menghibur dirinya sendiri, berharap Adit ada disampingnya dan kembali mencium keningnya. Hal itu biasa Adit lakukan ketika Syania bersedih.
“Adit,” “Terus habis ini aku harus ngapain lagi?” “Boleh gak aku nyusul kamu?”