Sudah Resmi.

“Kak!” panggil seseorang dari arah depan parkiran. Seorang perempuan bertubuh mungil sedang menunggunya disana, tangannya melambai seperti memberi isyarat.

“Udah lama?” tanyanya, tangannya terulur merapikan rambut gadis di depannya.

“Lama! udah ah ayo cepetan.”

Senyum Hugo terukir ketika melihat Orel yang sedikit menghentakkan kakinya.


Kini keduanya sudah sampai pada tempat itu, tempat yang menjadi saksi tentang jatuhnya sebuah rasa.

“Lo ga bosen apa sering jajan cilor mulu?” tanya si gadis.

“Ya engga, kan lo suka juga?”

Orel tidak menjawab, hanya mengernyitkan dahinya. Heran dengan sikap kakak kelasnya ini.

Saat-saat seperti ini memang sudah biasa ada di antara keduanya. Flirting, saling merayu, dan tentu saja skinship sering dilakukan oleh Hugo dan Orel. Namun sayangnya, tidak ada status yang jelas.

“Nin,” Hugo membuka suaranya, “lo sama Nando udah deket banget?”

“Kok nanya gitu?”

“Ya apa salahnya nanya?”

“Gue sama kak Nando cuma sebatas partner mb aja kak, kalau pun deket ya deket karena ekskul doang.” jelasnya, hal seperti ini jarang terjadi antar keduanya.

Jikapun ada, tidak akan ada yang bertanya terlebih dahulu.

“Lo suka Nando ga nin?”

Lagi-lagi Orel dibuat kaget dengan pertanyaan lelaki di sebelahnya, Aneh sekali.

“Hahaha, ya engga lah? kan udah gue bilang gue sukanya sama lo.”

Orel mengucapkan fakta tersebut dengan santai, akhir-akhir ini ia sengaja ingin berterus-terang saja soal perasaannya.

“Yaudah..” tidak ada konteks yang jelas di dalam perkataan Hugo.

“Yaudah apa?”

“Yaudah, ayo pacaran.” lanjutnya tanpa ragu.

Orel tertawa terbahak-bahak, karena sunggu, pernyataan seperti ini terdengar asing di telinganya, “Lucu lo, ga jago ngelawak.”

“Gua ga ngelawak nin, serius.”

Orel menghentikan tawanya, melihat wajah Hugo yang terlihat sangat serius membuat jantungnya berdetak begitu kencang.

“Anindya, gua suka lo. Maaf karena pernah nyakitin lo, tapi kali ini gua beneran,”

“Lo mau ga jadi pacar gua?”

Tatapan Hugo begitu dalam, sehingga rasanya ia tenggelam di dalam sana. Tidak ada satupun kalimat yang bisa ia lontarkan sekarang, dirinya dibuat terombang-ambing.

Mencintai Hugo memang diluar kendalinya juga tidak pernah ia duga-duga. Dua bulan ini ia habiskan hanya dengan bersama Hugo, jalan-jalan, makan pecel lele, dan lain sebagainya.

Maka jika ditanya, bagaimana perasaannya pada Hugo maka Orel akan diam. Karena sesungguhnya, perasaan itu pun makin meluap setiap harinya dan dia sendiri tidak bisa mengendalikannya.

Pertanyaan Hugo barusan membuat kesadarannya kembali, ia menatapnya lekat. Lalu selanjutnya menganggukkan kepalanya,

“Iya. Iya gue mau.”

Hugo mengembangkan senyumnya, penantiannya tidak sia-sia. Resah gelisahnya juga sudah terbayarkan.

Perempuan di depannya ini, kini sudah menjadi miliknya.

Sang Maha sedang menautkan tali sorak dan sorai, sang puan pun juga sedang berharap dalam hati tentang 'Kisah Selamanya' di antara keduanya.

Mari menaruh harap, sedikit saja.