Izinnya sedang ditunggu.
Sudah 30 menit perempuan itu berdiri di depan pintu ruangan atasannya, mengumpulkan keberanian untuk berhadapan dengan seseorang yang berhasil membuat hidupnya terombang-ambing sejauh ini.
'Ini gue boleh kabur aja gak sih..' batinnya.
Perlahan ia mengetuk pintu pintu itu dan mendorongnya pelan ketika suara Adit menyuruhnya masuk.
Syania berusaha bersikap seperti tidak apa-apa setelah insiden semalam, bos nya itu berhasil membuat dirinya takut setengah mati. Pasalnya Adit yang berstatus sebagai bos nya ini pantang sekali dengan hal-hal seperti ini.
Apalagi, ini kali pertamanya ia melihat Adit bertindak sangat tiba-tiba. Tentu saja hal itu membuat dirinya bingung sekaligus takut.
“Kenapa pak Adit? ada berkas yang harus di cek lagi ya?” “Sini deh biar saya cek,” ucap Syania berterus terang, ia ingin mengalihkan pembicaraan yang mungkin akan menjadi sensitif.
Syania terlalu malu untuk membicarakannya.
“Enggak, gak ada,” “Saya nyuruh kamu ke sini bukan buat itu,”
Deg..
Adit berdiri dari duduknya, menatap sekretarisnya dengan lekat. Ia menghampiri Syania yang saat ini sama sekali tidak bisa berkutik dengan tatapan lelaki itu. Tersenyum manis ke arahnya.
“Soal ucapan saya semalem, gimana?” kini dirinya sudah tepat berada di depan Syania.
Tinggi keduanya yang sangat berbeda membuat Syania harus mendongak untuk melihat wajah bos nya itu.
Ia mencari-cari kebohongan di sana, memastikan apakah seseorang yang berada di depannya bersungguh-sungguh atau tidak. Namun nihil, tidak ia temukan kebohongan di matanya.
“Pak Adit..” “Maaf, tapi saya dan pak Adit cuma orang asing yang kebetulan dipertemukan karena pekerjaan. Gimana bisa pak Adit tiba-tiba ajak saya untuk berumah tangga?” ucapnya.
Adit kembali menyunggingkan senyumnya setelah mendengar ucapan pujaan hatinya ini, dengan cepat ia meraih tangan Syania, menuntunnya untuk duduk.
“Sini duduk, biar saya jelasin dulu sebentar,” “Maaf ya udah bikin kamu bingung,” ucap Adit sembari mengusap pucuk kepala Syania.
Sementara yang diusap berusaha untuk menahan senyumnya. Sebenarnya, jika bisa, ia ingin sekali berteriak sekencang mungkin.
“Syania, untuk kamu memang saya cuma orang asing yang baru datang di kehidupan kamu. Tapi kamu..” “Kamu sudah lama sekali menempati hati saya,” lanjutnya, tatapannya sangat tulus dan jujur.
“Maksudnya?”
“SMA Neo, kamu lulusan SMA Neo. Begitu juga saya,” “Syania, saya sudah mencintai kamu sejak kita berdua masih di bangku SMA. Di kelas sepuluh SMA... Tiga tahun Syan,” “Tiga tahun saya mencintai kamu. Awalnya saya berniat melamar kamu ketika saya sudah cukup mampu, tapi ternyata kamu sudah menikah dengan orang lain,” Adit menatap lekat sang sekretaris, menunjukkan betapa ia sangat bersungguh-sungguh pada perkataannya.
Tidak ada yang bisa Syania katakan, ia terlalu terkejut. Ternyata seseorang yang menyandang sebagai bos nya ini adalah lelaki yang menyukainya secara diam-diam, dan juga selama tiga tahun lamanya.
“Terus kenapa pak Adit gak pernah tunjukin?”
“Saya takut kamu masih bersuami Syan,” “Saya memang mencintai kamu, tapi saya masih tau batasan.”
Ucapannya barusan berhasil membuat hatinya menghangat, entah kenapa perasaannya terhadap Adit semakin membuncah hebat.
“Gimana Syan? kamu bersedia, kan?”
Syania terdiam sebentar, menatap Adit sekilas. Perlahan ia mendekatkan dirinya pada Adit, membisikkan sesuatu di sana.
“Achi kayaknya memang butuh sosok Ayah,” “Jadi, Pak Adit. Saya tunggu kehadirannya untuk minta izin sama Mama dan Papa di rumah ya.”