Ikatan yang tak benar.

Syania menepuk pundak pria berjaket hitam itu, kali ini jaketnya bukan lagi berbahan kulit seperti biasanya. Namun, hal itu sama sekali tidak mengusik gaya berpakaiannya yang selalu menawan setiap harinya.

“Hai,” sapanya pelan.

“Hai, sini duduk.”

Ia meraih tangan Syania, digenggamnya tangan itu untuk duduk disampingnya. “Mau dinyanyiin apa?”

Syania mengernyit bingung. “Kamu beneran mau nyanyiin aku?”

“Emang ada aku bilang bercanda tadi?”

“Galak banget.”

Syania tersenyum tipis, melihat bagaimana lelaki di depannya ini sangat manis jika sedang bersamanya. Lelaki yang mengklaim hubungan mereka berdua sebagai seorang sahabat baik kini sedang menatapnya dengan teduh, Merapi selalu berada disampingnya sejak terakhir kali keduanya memutuskan bertemu. Ia juga tak segan menghubunginya tiap tengah malam untuk menemaninya hingga terlelap, terkadang sang puan selalu bertanya apa menu sarapan yang ingin dimakan pria itu dan rela mengantarnya meskipun kost Merapi sangat jauh dari tempatnya bekerja.

Sejujurnya ia masih terus bertanya-tanya, bahkan hingga detik ini ia terus bertanya pada dirinya sembari menatap kedua netra tegas itu. Perihal kejelasan status yang diberikan Merapi dan bagaimana mereka berdua menjalani hari bersama-sama serta juga tak jarang memberi skinship satu sama lain akhir-akhir ini. Apakah debaran jantungnya hanya berada di satu sisi? apakah seorang sahabat melakukan pelukan erat di setiap penghujung hari ketika mereka lelah bekerja? apakah begitu?

“Hei, kok bengong? mikirin apa?” Merapi mengusap pucuk kepala Syania pelan.

“H-hah? apa?”

“Mikirin apa?”

“Eh engga kok, gapapa hehe.”

“Dasar,” “Jangan suka ngelamun, kemasukan setan tau rasa kamu,” dicubitnya hidung mancung Syania, gemas.

“Ih! sakit!”

“Cemen, gitu doang sakit.”

Syania menggerutu, 'teman' nya ini memang ahli jika berurusan dengan tingkat kesabarannya yang bisa dibilang sangat tipis. Setiap bertemu tidak pernah sedikitpun ia membuat dirinya bersantai sejenak, selalu saja ada taktik menyebalkan yang membuat Syania harus memasang kesabaran yang lebih.

Merapi menatap kembali wajah masam wanita itu, tertawa kecil lalu menarik tubuh kecil Syania ke dalam pelukannya. Pelukan yang setiap harinya mereka berikan ketika pulang bekerja.

“Hahahah, maaf ya. Sakit beneran?”

Ia menundukkan kepalanya untuk melihat raut wajah menggemaskan yang kini berada di pelukannya itu, mengusap hidung cantik milik Syania dan tak lupa dengan pelukan yang masih sama sejak awal.

Deg

Lagi, detak jantungnya kembali bereaksi. Detakan milik Syania berpacu dengan rasa senang yang meletup-letup. Ia berharap pria itu tidak mendengarnya, biarlah dia sendiri yang merasakan perasaan tersiksa namun membahagiakan ini. Syania tidak ingin memaksa apapun kali ini.

“Syania...”

“Apa?”

“Aku boleh tanya?”

Syania mengernyit heran, sejak kapan Merapi meminta persetujuannya untuk bertanya. Biasanya dirinya akan menanyakan apapun yang ada dipikirannya tanpa perlu izin darinya.

“Tanya aja, kenapa?”

“Kamu sama Jevan udah deket banget, ya?”

Lagi-lagi Syania dibuat bingung, ia mendongak untuk melihat raut wajah Merapi yang saat ini masih memeluknya erat.

“Kenapa emangnya?”

Ia menggeleng. “Gapapa, nanya aja.”

“Aku sama Jevan udah temenan lama, dia kan, temen abang kamu. Jadi ya dia temen aku juga.”

“Temen doang? gak lebih? gak ada yang lain?”

Syania semakin dibuat bingung dengan pertanyaan tiba-tiba dari lelaki ini, tidak seperti biasanya. Seharusnya hal semacam ini tidak perlu dipertanyakan, sudah sangat jelas Jevan dan dirinya adalah teman. Tidak penting dan bukan ini pertanyaan yang ia harapkan.

'Ya iya temen doang, gue sama lo yang ada lebih-lebihnya'

Syania mengangguk. “Iya lah, emang maunya apa?”

“Ya aku maunya gak ada apa-apa aja,” “Jevan jelek, jangan mau. Kamu sama aku aja, ganteng.”

Sang puan terdiam, diam yang kesekian kalinya di dalam pelukan hangat Merapi. Merasakan usapan lembutnya namun kadang juga tak baik bagi kesehatan jantungnya.

Entah mau dibawa kemana hubungan sepasang teman ini, teman yang sering berbagi usapan dan pelukan, teman yang tidak mengijinkan mu bersama orang lain selain dirinya. Syania tidak merasakan adanya hubungan pertemanan lagi di antara dirinya dan Merapi, tidak lagi ada, persahabatannya telah diganti dengan sesuatu yang lebih.

Satu pihak telah mengakui dan memilih meninggalkan ikatan persahabatan, namun entah apa yang terjadi dengan pihak yang lain. Ia memilih tetap berlindung dibalik kata 'persahabatan' meskipun semesta tahu bahwa hatinya juga telah berlabuh sejak awal.